Lihatlah perempuan yang aku lingkari. Itu adalah ibuku, Alfiyah. Ia putri kedua alm. Abdul Wahab, kiai kampung di Plemahan Sumobito Jombang yang pernah menjadi anggota DPR kabupaten dari Partai NU hasil Pemilu 1955. Ibuku adalah kembang desa, suaranya merdu, dan sangat mandiri secara ekonomi. Ia bekerja menjaga toko pracangan yang ia bangun sejak dari nol di Pasar Mojoagung. Dalam aspek ekonomi, bapakku yang lebih fokus ngurusi politik dan perLSMan sangat beruntung mendapatkannya. Entahlah, kenapa ibuku memilih dia dari sekian banyak laki-laki yang mengejarnya. Ibu tidak pernah bercerita padaku, kecuali bahwa hubungan mereka tidak direstui oleh ibu dari bapakku. Nenekku, disamping sudah punya calon istri untuk bapakku, nampak cukup terancam dengan kosmpolitanisme ibuku. Ibuku itu sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Yang aku ingat, setiap kali berjalan, ia selalu menyapa orang yang dikenalnya -bahkan ketika yang disapa itu tidak sedang melihatnya sekalipun. Ia tidak segan ber